Dalam sejarah perkembangan pemikiran Islam, tercatat munculnya beberapa golongan yang bercorak rasional, yakni memberi peran besar dan keistimewaan bagi akal. Khsususnya tentang kemunculan aliran al-Mu’tazilah, golongan ini dipercaya menjadi salah satu pemicu kemajuan peradaban ummat Islam hingga mencapai puncak kejayaannya. Makalah ini akan menguraikan tentang aliran-aliran rasional dalam Islam yang mencakup aliran al-Qadariyah, al-Mu’tazilah, dan Syi’ah.
1. Pengertian Al â€" Qadariah Istilah qadariah berasal dari kata qadara artinya berkuasa, sesuai dengan kamus al-munjid fi al-luqhah disebutkan qawiyun ‘alaih yang mendorong arti memiliki kekuatan atau kemampuan.[1] Aliran ini berpandangan bahwa manusia mempunyai kekuatan dan kemampuan untuk menciptakan perbuatannya. Manusia mempunyai kemerdekaan dan kebebasan dan kekuatan sendiri. Pengertian Qadara mengandung arti manusia mempunyai Qudrah (kekuatan) untuk melaksanakan kehendaknya atau istilah yang digunakan untuk menyebut mereka yang percaya digunakan untuk menyebut mereka yang percaya pada tanggung jawab manusia dan kehendak bebas.[2] Kehadirannya dapat pula diseiringkan sebagaiman munculnya paham jabariah masalahnya kedua paham ini berada pada du a kutub yang berbeda dalam dua persoalan yang sama. Menurut para ahli teologi Islan sumber awal dari paham Qadariah ini pertama kali dekemukakan Ma’bad al-Juhany. Menurut Ibn Nabath, Ma’bad al-juhany serta Ghailan al-Dimasyqi mengambil paham ini dari seorang Kristen yang masuk Islam di Irak.[3] Setelah Ma’bad mati terbunuh (tahun 80 H0), maka Ghailan sendirilah yang meneruskan penyiaran paham qadariah di Damaskus dengan banyak mengadakan perdebatan untuk membela pahamnya. Disini mendapat tantangan dari khalifah Umar Bin Abd, al- Aziz. Setelah Umar wafat, ia meneruskan kegiatannya yang lama sehingga ia matai dihukum bunuh oleh Hisya’m Abd, al-Malik (724-743 H). Menjelang dilaksanakan hukuman itu, khalifah memberi kesempatan pada Ghilan untuk berdebat melawan Iman al-Auza’i. [4] Nama lengkapnya Ma’bad Bin Khalid al-Juhany seorang tabi’in yang baik dan jujur. Akan tetapi ia memasuki dunia politik dan memihak kepada Abd. Al-Rahman Ibn . Al-Asy’as Gubernur Sajistan. Padahal waktu itu sedang terjadi konflik antara Abd. Al-Rahman dengan Abd. Malik Bin Marwan penguasa Daulah Umaiyah. Dalam suatu serangan yang dilakukan oleh al-hajjaj Ibnu Yusuf ke Daluah Sajistan, Ma’bad al-Juhany mati terbunuh. Berdasarkan data ini para sejarahwan berpendapat kematian Ma’bad karena persoalan politik bukan karena ajarannya.[5] Para penulis teologi Islam memperkirakan bahwa pemikiran Ma’bad tidak jauh dengan tokoh paham qadariah lainnya. Jelasnya ajaran yang dikembangkan oleh Ma’bad dan Ghailan adalah manusia berkuasa atas perbuatan-perbuatannya, manusia itu sendirilah mempunyai kemerdekaan dan kebebasan dalam menentukan perjalanan hidupnya. Dan manusia itu pulalah yang melakuakan dan menjauhi perbuatan-perbuatan jahat atas kemauan dayanya sendiri.[6] Dalam paham ini manusia merdeka dalam tingkah lakunya, ia berbuat baik atau jahat adalah atas kemauan dan kehendaknya sendiri. Disini tidak terdapat paham yang mengatakan bahwa nasib manusia telah ditentukan terlebih dahulu, dan bahwa manusia dalam perbuatan-perbuatannya hanya bertindak menurut nasibnya yang telah ditentukan semenjak awal. b. Ghailan al-Dimasy’qi Nama lengkapnya adalah Ghailan Ibn Marwan al-Dimasy’qi. Sepeninggal Ma’bad, Ghailan terus menyebaluaskan pahamnya di Damaskus. Namun dia mendapat tantangan dari khalifah Umar Bin Abd. Aziz yang membuatnya berhenti sementara. Setelah Umar wafat ia meneruskan penyiaran paham-nya. Adapun pokok-pokok pikiran Ghailan sebagai berikut:
Pengertian Mu’tazilah Kata mu’tazilah diambil dari bahasa Arab yaitu اعتزل yang aslinya adalah kata عزل yang berarti memisahkan atau menyingkirakan. Menurut Ahmad Warson, kata azala dan azzala mempunyai arti yang sama dengan kata asalnya. Arti yang sama juga akan kita temui di munjid, meskipun ia menambahkan satu arti yaitu mengusir. Kenapa Hasan Bashri mengatakan “ I’tazala anna washil†bukan dengan “in’azala anna Washilâ€, ini karena konotasi yang kedua menunjukkan perpisahan secara menyeluruh, sedangkan Washil memang hanya terpisah hanya dari pengajian gurunya, sedangkan mereka tetap menjalin silaturrahmi hingga gurunya wafat. Setelah kita mempelajari mu’tazilah, sejarah dan ajarannya kita akan melihat bahwa sebagian besar sejarawan setuju berbagai hal tentang mu’tazilah 1. mu’tazilah adalah aliran kalam. 2. dipimpin oleh Washil bin Atho pada awalnya. 3. lahir pada masa Daulah Bani umayyah. 4. mempunyai lima ajaran dasar. Jadi dapat kita simpulkan bahwa mu’tazilah adalah aliran teologi yang muncul pada masa Bani Umyyah berkisar antara 115-110 H, dipimpin oleh Washil bin Atho. Yang menganut lima ajaran dasar. Sejarah Kelahiran Telah disebutkan diatas bahwa pertikaian politik telah meningkat menjadi masalah teologi yang seterusnya sejarawan mencatat lahirnya golongan khawarij. Golongan ini membahas tenang perbuatan ali, Mu’awiyah dan orang-orang yang bersama mereka. Mereka menganggap bahwa Ali dan pengikutnya, juga Mu’awiyah dan pengikutnya adalah kafir karena telah melakukan dosa besar masalah dosa besar inilah yangmenjadi puncak rangsangan terhadap lahirnya mu’tazilah. Di Bashrah, pada akhir abad I H, dikenal seorang ulama besar bernama Hasan Bashri (w 110 H). ia mempunyai murid bernama Washil bin Atho (80-131 H). Pada suatu hari seorang bernama Qradah bin Da’mah datang kepengajian Hasan dan b ertanya†wahai pemimpin agama pada saat ini telah ada golongan yang mengkafirkan pendosa besar yaitu waidiyah khawarij, juga ada golongan yang menangguhkan huku atas pendosa besar dan menganggap dosa besar tidak berpengaruh terhadap iman, yaitu murji’ah. Bagaimana kami beri’tiqad?â€. Hasan terdiam sejenak untuk memikirkan jawabannya, pada saat itulah Washil mengutarakn jawabannya “ aku tidak mengatakan pendosa besar sebagai mu’min tidak juga sebagai kafir secara mutlak tapi ia berposisi diantara keduanyaâ€. Dalam penuturan As-Syahrastani, kemudian Washil bangkit dan meninggalkan pengjian itu, ia pergi ke salah satu sidit masjid dan menegaskan jawabannya. Melihat ini Hasanpun berkata “ washil telah memisahkan diri dari kitaâ€. < span style="color: black;"> Adapun menurut Al-Baghdadi yang dikutip oleh Harun nsution, bahwa Washil sebenarnya diusir oleh gurunya. Pendapat ini juga didukung oleh Ali Musthafa. Harun melanjutkan sebenarnya telah terjadi perselisihan faham antara keduanya sebelum kejadian itu, salah satu masalahnya dalah mengenai qadar. Masalah dosa besar hanyalah puncak perselisihan pendapat antara keduanya hingga Washil meniggalkan pengajian Hasan Bashri. Memahami bahwa Washil diusir oleh gurunya adalah hal yang sangat logis pada saat itu, karena seorang murid tidak boleh boleh mendahului dan menentang pendapat gurunya. Setelah kejadian itu nama Mu’tazilah menjadi terkenal di Bashrah, pendapat ini adalah pendapat paling popular dikalangan sejarawan. Ada juga pendapat lain yang mengatakan bahwa ketika Qatadah dating ke masjid washil dan amr bin ubaid telah memisahkan diri dari gurunya. Qatadah dating dan menghampiri salah satu pengajian disudut masjid. Ketika ia mengetahui itu bukanlah pengajian Hasan iapun pergi dan berkata†ini adalah golongan Mu’tazila (yang memisahkan diri)â€. Pendapat ini diajukan oleh Taszy Zadah Al-Kubro. Sedangkan Ahmad Amin berpendapat bahwa mu’tazilahtelah ada sejak masa Utsman bin Affan. Ajaran Mu’tazilah Mu’tazilah meletakkan seluruh ajaran mereka pada lima sendi dasar yaitu:
Dalam ayat qadzaf disebutkan bahwa mereka adalah orang yang fasiq, tapi tidak dijelaskan apakah ia keluar dari iman atau tidak, sedangkan para muslim berbeda pendapat apakah pendosa besar keluar dari iman atau tidak, dan mereka setuju bahwa pendosa besar adalah fajir dan fasiq. Di dalam ayat lain disebutkan†dan perangilah ahli-ahli ktab yang tidak beriman kepada allah dan kepada hari akhir, dan tidak mengharamakan apa yang diharamkan oleh allah dan rasulnya. Juga tidak memeluk agama yang haq [at-taubah : 29] Dan hadist nabi†seorang muslim tidak mewarisi orang yang kafir dan orang kafir tidak mewarisi orang muslim†Sedangkan pendosa besar tidak temasuk dalam kriteria diatas. Sedan gkan munafik hukumnya, apabila ia tidak memperlihatkan kenifaqannya maka ia tetap dianggap mu’min tapi apabila ia memperlihatkannya ia disuruh bertobat atau dibunuh. Adapun mu’min dalam al-qur’an adalah†allah menjadi wali bagi orang-oang yang beriman [al-baqarah: 257]. Dalam ayat lain†dan berilah kabar gembira bagi orang-orang yang beriman bahwa mereka akan mendapatkan keutamaan yang besar dari sisi allah [ali imran: 28] Sedangkan pendosa besar dalam al-qur’an adalah “ ingatlah allah akan melaknat orang-orang yang dzalim (hud :18 ).Berati pendosa besar tidaklah mu’min tidak juga kafir, tapi fasiq dan fajir sesuai dengan kesepakatan orang muslim dan kehendak allah. Kelima: al-amr bil ma’ruf dan nahy an munkar. Yaitu memerintahkan atau menganjurkan untuk berbuat kebaikan dan melarang dari perbuatan yang munkar, ajaran ini lebih berkaitan kepada amalan lahir seorang mukmin daripada lapangan ketauhidan. Allah menyuruh kaum muslimin untuk menyeru kepada kebaikan, menyiarkan agama dan memberikan petunjuk kepada yang sesat. Mu’tazilah dikenal alah satu yang giat dalam mengamalakan ajaran yang kelima ini. Iman tidak telepas dari perbuatan baik. Iman sesungguhnya adalah yang tercermin dalam perbuatan baik, mereka yang berbuat jelek akan masuk neraka kecuali jikalau bertobat. |
Jika Anda Tertarik untuk mengcopy Makalah ini, maka secara ikhlas saya mengijnkannya, tapi saya berharap sobat menaruh link saya ya..saya yakin Sobat orang yang baik. selain Makalah Perkembangan Teologi Rasional Islam | Qadariyah | Muktazilah dan Syi’ah, anda dapat membaca Makalah lainnya di Aneka Ragam Makalah. dan Jika Anda Ingin Berbagi Makalah Anda ke blog saya silahkan anda klik disini.Salam saya Ibrahim Lubis. email :ibrahimstwo0@gmail.com |