Pendidikan Nonformal Perspektif Pendidikan Islam dalam Kajian Teori dan Praktis
Abstrak
Tulisan ini berjudul âPendidikan Nonformal Perspektif Pendidikan Islam dalam Kajian Teori dan Praktisâ. Tulisan ini bertujuan untuk mendeskripsikan teori dan praktis tentang pendidikan nonformal yang dilaksanakan oleh lembaga pendidikan Islam. Adapun metode yang dipakai dalam tulisan ini adalah deskriptif analisis, di mana penulis lebih menekankan pada kajian analisis yang bersumber dari berbagai literatur yang dibaca. Pendidikan nonformal dalam pendidikan Islam telah menampakan bentuk yang dilaksanakan dalam masyarakat. Bentuk pendidikan nonformal dalam pendidikan Islam ada lah: pengajian kitab, majelis taklim, pendidikan al-Qurâan dan pendidikan diniyah takmiliyah. Keempat bentuk pendidikan nonformal tersebut diistilahkan dengan pendidikan keagamaan Islam. Pendidikan nonformal Islam yang telah berjalan dalam masyarakat harus terus dikembangkan dan ditingkatkan pembinaan dan penyelenggaraannya, sehingga dapat membentuk karakter masyarakat Islam yang diredhai Allah swt.
A. Pendahuluan
Istilah pendidikan nonformal dapat ditemukan dalam Undang-undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pada pasal 1 ayat 12 serta dirinci dalam pasal 26 ayat 1 sampai 7. Uraian pendidikan nonformal dalam perspektif pendidikan keagamaan Islam ditemukan dalam Peraturan Pemerintah No. 55 Tahun 2007 tentang Pendidikan Agama dan Pendidikan Keagama an pada pasal 21 ayat 1 yang berbunyi âpendidikan diniyah nonformal diselenggarakan dalam bentuk pengajian kitab, Majelis Taklim, Pendidikan Al Qurâan, Diniyah Takmiliyah, atau bentuk lain yang sejenisâ.
Penjabaran Peraturan Pemerintah No. 55 Tahun 2007 tentang Pendidikan Agama dan Pendidikan Keagamaan ini, dapat dilihat dalam Peraturan Menteri Agama No. 3 Tahun 2012 tentang Pendidikan Keagamaan Islam pada pasal 1 ayat 1 yakni pendidikan diniyah nonformal adalah pendidikan keagamaan Islam di luar pendidikan formal yang diselenggarakan baik di dalam maupun di luar pondok pesantren dalam bentuk maâhad aly, diniyah takmiliyah, pendidikan al-Qurâan, majelis taklim, pengjian kitab, dan sejenisnya.
Pendidikan nonformal dalam pendidikan Islam akan memberikan kontribusi yang sangat berarti, karena menyiapkan peserta didik untuk menguasai ilmu keislaman dan memiliki tingkat pengamalan yang baik dan sempurna dalam kehidupan sehari-hari. Kekuatan pendidikan nonformal dalam Islam dapat dilihat dari besarnya aktifitas masyarakat Islam mengikuti kegiatan-kegiatan keislaman yang berbasis kemasyarakatan dalam bentuk majelis taklim, adanya kegiatan madrasah diniyah takmiliyah, dan pengajian-pengajian keislaman.
Pendidikan keagamaan Islam sebagai bagian dari kegiatan pendidikan dalam masyarakat Islam, menganut prinsip mendewasakan anggota masyarakat Islam dalam memahami dan mengamalkan nilai-nilai Islam, sehingga pemahaman keislaman warganya menjadi paripurna (kaá¸ah). Keinginan masyarakat Islam dalam mengembangkan dan melaksanakan pendidik an keagamaan Islam dapat dilihat banyaknya tumbuh lembaga pendidikan Islam, karena terinspirasi dari al-Qurâan dan Hadis Nabi Muhammad saw. untuk selalu meningkatkan keimanan dan ilmu pengetahuan.
Tulisan ini mencoba mengupas pendidikan nonformal dalam perspektif pendidikan Islam dengan pendekatan kajian teoritis dan praktis yang dapat diamati pada saat sekarang secara deskriptif analisis.
B. Konsep Pendidikan Nonformal
Secara bahasa nonformal dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2001: 786) diartikan dengan tidak resmi, bersifat di luar kegiatan resmi sekolah. Sedangkan pendidikan dalam Undang-undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional diartikan dengan usaha sadar da n terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
Definisi pendidikan nonformal menurut pakar adalah sebagai berikut:
- Muri Yusuf (1982: 63) mendefinisikan pendidikan nonformal dengan suatu bentuk pendidikan yang diselenggarakan dengan sengaja dan sistematis (biasanya di luar sistem sekolah) dengan penyesuaian waktu pelaksanaan, materi yang diberikan, proses belajar mengajar yang dipakai dan fasilitas dan keadaan peserta didik dan kebutuhan lingkungan atau masyarakat sekitarnya.
- Faisal dan Hanafi (t.th: 16) m engemukakan pendapatnya bahwa pendidikan nonformal adalah pendidikan yang terorganisasi di luar sistem persekolahan yang ditujukan untuk melayani sejumlah dasar kebutuhan belajar dari berbagai kelompok usia, baik tua maupun muda.
- Uhar Suharsaputra (dalam http://uharsputra.wordpress.com/) menjelaskan bahwa pendidikan nonformal pada dasarnya lebih cenderung mengarah pada pendidikan berbasis masyarakat yang merupakan sebuah proses dan program, yang secara esensial, berkembangnya pendidikan nonformal berbasis masyarakat akan sejalan dengan munculnya kesadaran tentang bagaimana hubungan-hubungan sosial bisa membantu pengembangan interaksi sosial yang membangkitkan concern terhadap pembelajaran berkaitan dengan masalah yang dihadapi masyarakat dalam kehidupan sosial, politik,, lingkungan, ekonomi dan faktor-faktor lain
Dari pengertian di atas dapat dimaknai b ahwa pendidikan nonformal adalah pendidikan yang dilaksanakan secara terorganisir dengan prinsip-prinsip penyelenggaraan pendidikan secara mandiri untuk melayani kebutuhan anggota masyarakat di luar kegiatan pendidikan sekolah/madrasah.
Secara yuridis formal, pengertian pendidikan nonformal dalam Undang-undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional terdapat pada pasal 1 ayat 12 yakni pendidikan nonformal adalah jalur pendidikan di luar pendidikan formal yang dapatdilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang. Sedangkan uraian uraian pendidikan nonformal terdapat pasal 26 ayat 1 s.d 7 yakni:
(1) Pendidikan nonformal diselenggarakan bagi warga masyarakat yang memerlukan layanan pendidikan yang berfungsi sebagai pengganti, penambah, dan/atau pelengkap pendidikan formal dalam rangka mendukung pendidikan sepanjang hayat.
(2) Pendidikan nonformal berfungsi mengembangkan potensi peserta didik dengan penekanan pada penguasaan pengetahuan dan keterampilan fungsional serta pengembangan sikap dan kepribadian profesional. (3) Pendidikan nonformal meliputi pendidikan kecakapan hidup, pendidikan anak usia dini, pendidikan kepemudaan, pendidikan pemberdayaan perempuan, pendidikan keaksaraan, pendidikan keterampilan dan pelatihan kerja, pendidikan kesetaraan, serta pendidikan lain yang ditujukan untuk mengembangkan kemampuan peserta didik.
(4) Satuan pendidikan nonformal terdiri atas lembaga kursus, lembaga pelatihan, kelompok belajar, pusat kegiatan belajar masyarakat, dan majelis taklim, serta satuan pendidikan yang sejenis.
(5) Kursus dan pelatihan diselenggarakan bagi masyarakat yang memerlukan bekal pengetahuan, keterampilan, kecakapan hidup, dan sikap untuk mengembangkan diri, mengembangkan profesi, bekerja, usaha mandiri, dan/atau melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.
(6) Hasil pendidikan nonformal dapat dihargai setara dengan hasil program pendidikan formal setelah melalui proses penilaian penyetaraan oleh lembaga yang ditunjuk oleh Pemerintah atau pemerintah daerah dengan mengacu pada standar nasional pendidikan.
(7) Ketentuan mengenai penyelenggaraan pendidikan nonformal sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4), ayat (5), dan ayat (6) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.
C. Bentuk Pendidikan Nonformal dalam Pendidikan Islam
Dalam kajian sejarah Islam, Haedar Putra Daulay (2007: 149) mengemukakan bahwa pendidian nonformal dalam pendidikan Islam lebih awal berkembang dari pendidikan Islam formal. Ini dapat dilihat berjalannya pendidikan Islam di masjid, karena masjid merupakan tempat kegiatan masyarakat Islam dalam melaksanakan dan memperoleh ilmu keislaman sejak zaman Rasulullah saw..
Adapun bentuk-bentuk pendidikan nonformal dalam pendidikan Islam adalah:
Pengajian Kitab
Kitab dalam Kamus Besar Bah asa Indonesia (2001: 573) diartikan dengan buku; wahyu Tuhan yang dibukukan. Dalam pembahasan ini arti kitab lebih tepat diartikan dengan wahyu Tuhan yang dibukukan. Dari arti kata tersebut, pengajian kitab dimaknai dengan pengajian yang dilaksanakan dengan membahwa wahyu Tuhan yang telah dibukukan oleh para ulama dengan menekankan berbagai kajian keislaman berdasarkan kitab-kitab yang mendalami wawasan keislaman.
Pengajian kitab dapat dilaksanakan di masjid, mushalla, surau, langgar dan di sekolah/madrasah. Sedangkan waktunya dapat dilaksanakan sekali dalam seminggu atau sekali dalam sebulan, sesuai dengan kesepakatan dengan peserta didik dari pengajian kitab tersebut.
Dari uraian yang dikemukan di atas, di antara kitab yang dapat dibahas dalam pengajian kitab ini diantaranya adalah:
Kitab Tafsir Jalalain, merupakan kitab tafsir karya Jalaluddin Muhammad bin Ahmad al-Mahalli (791 H-864 H) dan Abu al- Fadl Abdur Rahman bin Abu Bakar bin Muhammad Jalaluddin as-Suyuti (849-911 H). Kitab ini disebut Jalalain yang berarti dua (ulama tafsir) yang bernama Jalal.
Kitab al-Umm, karya AbÅ« Ê¿AbdullÄh Muhammad bin IdrÄ«s al-ShafiÊ¿Ä« atau Muhammad bin Idris asy-Syafi`i yang akrab dipanggil Imam Syafiâi (Gaza, Palestina, 150 H / 767 â" Fusthat, Mesir 204H / 819M) adalah seorang mufti besar Sunni Islam dan juga pendiri mazhab Syafiâi. Imam Syafiâi juga tergolong kerabat dari Rasulullah, ia termasuk dalam Bani Muththalib, yaitu keturunan dari al-Muththalib, saudara dari Hasyim, yang merupakan kakek Muhammad.
Kitab Fathul BÄri: Syarah Shahih al-Buk hari, karangan al-Imam al-Hafizh Ibnu Hajar al Asqalani.
Majelis Taklim
Kata majelis berasal dari bahasa Arab yakni majlis (isim makan) dengan arti tempat duduk. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2001: 699) majelis diartikan dengan pertemuan (kumpulan) orang banyak; rapat; kerapatan; sidang. Sedangkan taklim berasal dari bahasa arab yakni taâlim. Taklim dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2001: 1124) diartikan dengan pengajaran agama (Islam); pengajian. Dari arti di atas, majelis taklim dimaknai dengan pertemuan orang-orang Islam untuk melaksanakan pengajian dengan membahas tentang agama Islam yang berdasarkan pada al-Qurâan dan Sunnah.
Dalam Peraturan Menteri Agama No. 3 Tahun 2012 Tentang Pendidikan Keagamaan Islam, pasal 1 ayat 10 disebutkan bahwa majelis taklim adalah lembaga atau kelompok masyarakat yang menyelenggarakan pendidikan keagamaan Islam yang bertujuan untuk meningkatkan pemahaman masyarakat tentang ajaran agama Islam.
Haidar Putra Daulay (2007: 150) menjelaskan bahwa kegiatan majelis taklim bergerak dalam bidang dakwah Islam, lazimnya disampaikan dalam bentuk ceramah, tanya jawab oleh seorang ustadz atau kiai di hadapan para jamaahnya. Apabila dilihat dari struktur organisasi, menurut M. Arifin (2003: 80) majelis taklim termasuk organisasi pendidikan luar sekolah (nonformal) yang berciri khusus keagamaan Islam, sedangkan dari sisi tujuan, majelis taklim merupakan lembaga atau sarana dakwah islamiyah yang secara self standing dan self disciplined dapat mengatur dan melaksanakan kegiatan-kegiatannya.
Sebagai sebuah wadah berkumpul umat Islam, majelis taklim memiliki tu juan:
Pusat pembelajaran.
Pusat konseling Islam (agama dan keluarga).
Pusat pengembangan budaya dan kultur Islam.
Pusat fabrikasi (pengkaderan) ulama/cendikiawan.
Pusat pemberdayaan ekonomi jamaah.
Lembaga control dan motivator di tengah-tengah masyarakat. (Penyuluh Kecamatan Pulogadung, 2010: dalam http://www.facebook.com/notes/)
Agar kegiatan majelis taklim terencana dan terukur, materi yang dibahas dalam kegiatannya adalah:
- Materi Aqidah yang meliputi; makna iman dan pengaruhnya dalam kehidupan, tauhid sebagai soko guru peradaban, karakteristik Aqidah Isl am, kemusyrikan, corak pemikiran tauhid dalam Islam dan corak pemikiran dalam Islam.
- Materi Ibadah, yang meliputi; ibadah mahdah dan ghairu mahdah.
- Materi Akhlak, yang meliputi; akhlak terpuji dan akhlak tercela.
- Materi muâamalah duniyawiyat, yang meliputi; hubungan seseorang dengan orang lain dan lingkungannya, sehingga terjadi hubungan yang saling pengertian.
Pembelajaran yang dilaksanakan pada majelis taklim, metode yang dapat dipakai adalah: metode ceramah, metode tanya jawab, metode demonstrasi, metode penugasan, dan metode karya wisata. Agar pembelajaran dapat tercapai sesuai dengan tujuan yang diinginkan, kegiatan pembelajaran pada majelis taklim dapat dilakukan dalam bentuk:
- Pengelolaan kelas adalah pengaturan jamaah secara keseluruhan se rta sarana dan peralatan yang diperlukan dalam kegiatan belajar mengajar. Pengelolaan kelas ini dapat bervariasi sesuai perkembangan yang ada di dalam kelas. Dari pengelolaan kelas ini pada akhirnya para jamaah dapat dikelompokan sesuai perkembangan pengetahuannya.
- Kegiatan pembukaan majelis taklim diawali dengan kegiatan tadarrus al-Qurâan secara bersama-sama.
- Kegiatan Inti, diisi dengan ceramah atau pemberian materi sesuai dengan bahan ajar dan dilanjutkan dengan tanya jawab.
- Kegiatan Penutup, dilakukan dengan pembacaan doâa penutup oleh para jamaah.
Pendidikan al-Qurâan
Pendidikan al-Qurâan adalah lembaga atau kelompok masyarakat yang menyelenggarakan pendidikan keagamaan Isla m yang bertujuan untuk memberikan pengajaran bacaan, hafalan, dan pemahaman al-Qurâan. (PMA No. 3 Tahun 2012 tentang Pendidikan Keagamaan Islam)
Pendidikan al-Qurâan yang dilaksanakan oleh kelompok masyarakat bentuknya adalah Taman Pendidikan Qurâan (TPQ), Taman Pendidikan Seni Qurâan (TPSQ) dan Taman Kanak-Kanak Qurâan (TKQ). Menurut Nur Fauzan Ahmad (2009) keberadaan Taman Pendidikan Qurâan benar-benar strategis sebagai benteng iman dan akhlak anak sejak dini, karena yang digarap adalah anak-anak dalam periode emas. Perkembangan kecerdasan dan rasa berdasarkan kajian neurologi terjadi pada saat bayi lahir. Pada saat itu otak bayi mengandung kira-kira 100 milyar neuron yang siap mengadakan sambungan antarsel. Selama satu tahun pertama otak bayi berkembang sangat pesat dan menghasilkan bertrilyun-trilyun sambungan antarneuron yang banyaknya melebihi kebutuhan. Sambungan itu harus diperku at melaui rangsangan psikososial, sebab sambungan yang tidak diperkuat akan mengalami atrofi (penyusutan) dan musnah. Inilah yang pada akhirnya mempengaruhi kecerdasan anak.
Pendidikan Diniyah Takmiliyah
Kata âdiniyahâ merupakan istilah bahasa arab yang telah populer dalam masyarakat Islam di Indonesia yang berasal dari kata dÄ«nun ditambah dengan ya nisbah maka menjadi dÄ«niȳah dengan arti keagamaan atau ilmu-ilmu tentang agama Islam. Sedangkan âtakmiliyahâ berasal dari kata kaḿala â" yukaḿilu â" takmÄ«lu, kemudian takmÄ«lu ditambahkan dengan ya nisbah menjadi takmÄ«liȳah dengan arti penyempurnaan. (Munawwir, 1997: 1230) Dari arti kata di atas, maka pendidikan diniyah takmiliyah dapat dimaknai dengan pendidikan nonformal keagamaan Islam sebagai penyempurn aan dari pendidikan Islam formal pada sekolah atau madrasah.
Pendidikan diniyah takmiliyah, selama ini lebih dikenal masyarakat dengan nama madrasah diniyah. Sesuai dengan Peraturan Pemerintah No. 55 Tahun 2007 tentang Pendidikan Agama dan Pendidikan Keagamaan, madrasah diniyah menjadi pendidikan diniyah takmiliyah. Pendidikan diniyah takmiliyah ini terdiri dari tiga level, yakni: pendidikan diniyah takmiliyah awaliyah (PDTA) terdiri dari kelas I s.d IV, pendidikan diniyah takmiliyah wustha (PDTW) terdiri dari kelas I s.d II, dan pendidikan diniyah takmiliyah ulya (PDTU) terdiri dari kelas I s.d II.
D. Pengembangan Pendidikan Islam Nonformal melalui Diklat
Agar pendidikan Islam nonform al ini mendapatkan perhatian oleh masyarakat, aparatur Kementerian Agama perlu diberikan pemahaman, pendidikan dan pelatihan, sehingga pendidikan Islam nonformal dapat dikembangkan ke masyarakat.
Sesuai dengan Peraturan Pemerintah No. 101 tahun 2000 tentang Pendidikan dan Pelatihan Jabatan PNS, maka sasaran peserta dalam diklat pendidikan Islam nonformal ini adalah:
Pembina Pendidikan Diniyah pada Kemenag Kab./Kota
Guru Pendidikan Agama Islam pada Sekolah
Penyuluh Agama Islam
Guru Pendidikan Diniyah